© Attention :
“ Demi Kenyamanan Pengunjung kami rekomendasikan menggunakan
Browser ChromeTerima Kasih . . . . .”

ANALISIS PSIKOLOGIS METODE PENDIDIKAN SOPAN-SANTUN ANAK DALAM KELUARGA


A.    Latar Belakang Masalah
“Ajining diri songko lati ajining rogo songko busono”,  itulah pepatah orang Jawa  yang biasa diucapkan untuk menilai harga diri seseorang. Pepatah itu berarti bahwa harga diri seseorang dapat dilihat dari segi tingkah lakunya, baik perbuatan maupun ucapan kepada orang lain dalam situasi dan kondisi apapun. Dalam bahasa Arab tingkah laku tersebut disebut akhlak.[1] Apabila akhlak tersebut baik sesuai dengan keinginan masyarakat, orang tua dan tidak melanggar ajaran agama maka orang tersebut akan mendapatkan gelar sebagai orang yang berakhlak mulia, namun jika sebaliknya maka dinilai sebagai orang asusila. Dalam hal ini Nabi pun memberikan prioritas tersendiri bagi orang yang berakhlak mulia
عن أبي ثعلبة ألخشني قال قال رسول الله صلىالله عليه وسلم : إن أحبكم الي وأقربكم منى فى الأخرة محاسنكم أخلأقا. (رواه أحمد) [2]
Artinya : “Dari Abi Tsa’labah al-Khusyany berkata : Rasullallah SAW bersabda : sesungguhnya orang yang paling aku sukai diantara kamu dan paling dekat dengan aku di akhirat ialah siapa yang baik budi pekertinya”.(HR. Ahmad)
Sopan-santun merupakan dimensi akhlak antar sesama manusia. Secara sederhana sikap, perilaku sopan-santun adalah “perilaku yang menghargai orang lain dan tidak melanggar perasaan orang lain dalam suatu  masyarakat tertentu”.[3] Sopan-santun itu harus dijaga dan diamalkan bahkan tetap dilestarikan sebagai budaya masyarakat. Dr Sarlito Wirawan menegaskan bahwa “sopan-santun disusun oleh masyarakat agar kita semua yang hidup dalam masyarakat  dapat hidup berdampingan dengan aman, tentram tanpa ada satu orang yang menyinggung perasaan orang lain”.[4]
Mengingat urgennya sopan-santun dalam pergaulan, maka upaya membentuk dan melestarikan adalah dengan pendidikan. Tanggung jawab pendidikan ini dibebankan kepada tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiganya harus dapat bekerjasama dengan baik agar pendidikan dapat dilaksanakan dan tercapai dengan baik.
Tanggung jawab pertama dalam pendidikan ini adalah keluarga. Perlunya pendidikan sopan-santun dalam keluarga ini ditegaskan oleh Nabi Muhammad dengan sabdanya :
عن أنس بن ملك أنه سمع رسول الله صلىالله عليه وسلم قال: أكرموا أولادكم وأحسنوا أدبهم (رواه ابن ماجه)[5]
Artinya : “Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Anas mendengar Rasulallah SAW bersabda: Muliakanlah anak-anakmu dan perbaikilah adab mereka. (HR. Ibn Majah)”.
Keluarga sebagai prioritas utama dan pertama karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama  dimana anak mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan, yaitu pada tahun-tahun pertama dalam kehidupannya )usia pra sekolah( sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan pada anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sesudahnya.[6]
Pengaruh keluarga begitu kental dalam pembentukan perilaku, kepribadian, termasuk diantaranya sikap sopan-santun anak. Oleh karena itu orang tua sebagai pendidik anak harus mampu memberikan teladan dan menanamkan kebiasaan sopan-santun yang baik kepada anak. Gambaran bagaimana sopan-santun yang baik, Islam  tidak hanya memberikan ilustrasi melalui teori-teori yang ada dalam al-Qur’an tetapi lebih dari itu Allah telah menunjuk Nabi Muhammad SAW sebagai figur panutan yang mesti ditiru oleh seluruh umat. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21 :
لَقََدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ ِلمََََنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْمَ الأَخِرَ وَذَكَرَاللهَ كَثيِْراً. (الأحزاب : 21)
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. al-Ahzab : 21) [7]
Keluarga sebagai pendidik sopan-santun anak harus mengetahui kondisi psikologi anak. Untuk memahami anak dan mengurus jasmaninya, kecerdasan kehidupan sosial serta perkembangan emosinya, bahwa orang tua perlu memiliki pengetahuan tentang tingkah laku sedemikian hingga mereka dapat menyesuaikan keputusan-keputusan mengenai anak-anak mereka dan dapat bertindak dalam cara yang ditata untuk mendorong perkembangan mereka.[8] Usia anak adalah usia meniru,[9] bagaimana anak bersikap, bagaimana cara bicara, dengan bahasa apa bicara, bahasa kasar atau bahasa halus yang dipakai, gerak-gerik tata cara dalam kegiatan  sehari-hari, cara makan, cara bertanya, cara masuk ruangan, cara dan sikap terhadap orang lain, terhadap orang yang lebih tua, sikap terhadap yang sebaya, lebih muda dan sebagainya, semuanya akan mengikuti pola yang dicontohkan oleh orang tuanya. Itulah salah satu yang harus dipahami oleh orang tua. Kondisi ini dapat digunakan oleh orang tua sebagai modal terbesar dalam pendidikan anak sebab apa yang dilihat dan didengar oleh anak dalam lingkungannya itulah yang akan ditirunya, dan  salah satu caranya adalah keteladan yang kontinu dan konsisten.
Apabila semua orang tua di dunia ini mengetahui dan melaksanakan hal tersebut maka tentramlah dunia ini, namun realitas kearah itu semakin lama semakin memudar. Sopan-santun anak kepada orang tua, keluarga, teman, masyarakat dan kebudayaan pada bangsa kita – Indonesia –  ini semakin menurun, misalnya budaya barat yang ditelan secara mentah-mentah – westernisasi – semakin merajalela, model baju yang semakin mini dengan menampakkan paha dan buah dada sering kali terlihat diberbagai media masa dan akibatnya tidak sedikit anak-anak, remaja bahkan orang tua menirunya. Krisis sopan-santun yang lebih parah lagi adalah tindak kriminal yang menyangkut kehidupan manusia, banyak anak yang berani bersikap kasar pada orang tua, mencuri, melacur atau bahkan membunuh. Apabila dicari kambing hitam dari krisis ini, selain masyarakat keluargalah yang patut dipertanyakan, bagaimana mereka mendidik, mengarahkan dan mengawasi perilaku anak-anaknya selama ini. Untuk itu bagaimana metode orang tua dalam mendidik sopan-santun anak akan sangat mempengaruhi perilaku sopan-santun anak selanjutnya, sehingga diharapkan dapat membantu mengurangi krisis moral bangsa ini.
B.     Penegasan Istilah
Formulasi judul “Analisis Psikologis Metode Pendidikan Sopan-Santun Anak dalam Keluarga” masih merupakan pengertian pengertian yang bersifat abstrak dan luas. Untuk itu perlu dijelaskan dalam definisi operasional agar dihindari bias pengertian dan perbedaan interpretasi yang merusak konsistensi topik. Oleh karena itu di sini penulis akan memberikan penegasan dan batasannya, sebagai berikut :
1.      Metode pendidikan sopan-santun.
Metode berasal dari kata method dalam bahasa Inggris yang berarti cara. Metode adalah “cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu”.[10]
Pendidikan adalah “bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[11]
Sopan-santun secara terminologi berarti “budi pekerti yang baik, peradaban, tata krama, kesusilaan”.[12] Bila merujuk pada bahasa Arab sopan-santun berasal dari kata  أَدَباً  masdar dari kata أَدُبَ yang berarti “sopan berbudi bahasa baik”[13] Sedangkan secara terminologi sopan-santun menurut Dr. Sarlito Wirawan adalah “menghargai orang lain dan tidak melanggar perasaan orang lain dan masyarakat tertentu”.[14] Sedangkan batasan lain adalah adab yang berarti “berbicara dengan omongan yang tepat pada waktu yang tepat, yang berbuat pada waktu dan kondisi yang tepat dan tidak akan berbuat jika tidak tepat waktu dan keadaan”.[15] Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sopan-santun adalah suatu sikap bicara atau berbuat yang sesuai dengan situasi dan kondisi guna menghargai dan tidak melanggar perasaan orang lain dan masyarakat tertentu.
Jadi metode pendidikan sopan-santun adalah cara yang digunakan oleh pendidik untuk mendidik sikap bicara atau berbuat (tingkah laku) anak yang sesuai dengan situasi dan kondisi guna menghargai dan tidak melanggar perasaan orang lain dan masyarakat tertentu.
2.      Anak
Anak adalah “seorang individu diantara kelahiran dan masa pubertas, atau seorang individu diantara masa kanak-kanak (masa pertumbuhan, masa kecil) dan masa pubertas”.[16]
3.      Keluarga
Keluarga adalah merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia. Dan bentuk keluarga sendiri ada keluarga kecil yang terdiri dari bapak, ibu dan anak-anak yang dilahirkan, dan keluarga besar yaitu keluarga yang keanggotaannya selain bapak, ibu dan anak ada kerabat lain separti kakek, nenek, paman, bibi, ipar atau bahkan pembantu rumah tangga yang tinggal dalam satu rumah. Yang dimaksud keluarga dalam tulisan ini adalah keluarga besar (extended family).[17]
Berdasarkan penegasan istilah tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa maksud dari judul di atas adalah mencari dan mengkaji lebih jelas metode pendidikan sopan-santun yang sesuai dengan psikologi anak dan dapat diterapkan dalam keluarga.
C.    Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apakah yang dimaksud pendidikan sopan-santun anak dalam Islam?
2.      Bagaimana peran keluarga sebagai lembaga pendidikan anak ?
3.      Bagaimana problematika psikologis pendidikan sopan-santun anak dalam keluarga ?
4.      Apakah alternatif metode pendidikan sopan-santun yang sesuai dengan psikologi anak dan dapat diterapkan dalam keluarga ?
D.    Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui permasalahannya, maka peneliti mempunyai tujuan antara lain :
1.    Menjelaskan pendidikan sopan-santun anak dalam Islam.
2.             Menjelaskan peran keluarga sebagai lembaga pendidikan
3.    Menjelaskan problematika psikologis pendidikan sopan-santun anak dalam keluarga
4.    Memberikan alternatif metode pendidikan sopan-santun yang sesuai dengan psikologi anak dan dapat diterapkan dalam keluarga.
E.     Metode Penelitian
1.      Metode Pengumpulan Data.
Dalam pengumpulan data skripsi ini, peneliti menggunakan metode telaah pustaka atau library research,[18] yaitu penelitian dengan menelaah sejumlah buku dan karangan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan materi pembahasan.
2.    Metode Analisis Data.
Di dalam metode analisis data ini digunakan pendekatan Critical thinking, Briggid Ballad dan John Cleanchy dalam “Study Abroad A Manual for Asian Students” menyatakan bahwa “Critical thinking, therefore involves : systematic analysis based on a questioning attitude to the material being analysed and the methods being used and governed by the overall purpose of reaching a judgement.”[19]
Artinya : “Berpikir kritis meliputi analisis sistematis yang didasarkan pada sebuah sikap bertanya tentang materi yang dianalisis dan metode-metode yang digunakan dan menentukan secara keseluruhan tujuan pencapaian sebuah kesimpulan”.
Proses analisis meliputi beberapa tahap, yaitu : “1st step, deciding what each factor ; 2nd step, establishing what evidence there is for each factor, 3rd step, clarifying the relationships between the factors; 4th step, reaching some conclusion about the factors”.[20]
Artinya :“tahap pertama menentukan tiap-tiap faktor, tahap kedua menentukan keterangan yang ada untuk setiap faktor, tahap ketiga menjelaskan hubungan antara faktor-faktor itu, tahab keempat mencapai beberapa kesimpulan tentang faktor-faktor itu.”
Di dalam tahap pertama terdapat pengambilan sikap kritis melalui beberapa pertanyaan yang mengarah pada keseluruhan proses analisis, pertanyaan-pertanyaan itu terutama sekali tertang ; “Definition --- What axactly is this thing (idea, fact, argument, theory) we are discussing ? ; Comparison and Contrast --- How is it like or different from other related things ? ; Judgement --- How good is the evidence for it ? Are there alternative wasy of viewing it ? What is its overall impotance?”[21]
Artinya : ”Definisi --- Apakah sebenarnya hal-hal ini (gagasan, fakta, argumen, teori) yang kita diskusikan ? ; Perbandingan dan Perbedaan--- Bagaimanakah  persamaan dan perbedaan dari hubungan hal-hal itu ? ; Kesimpulan --- Bagaimanakah keterangan tentang itu ? Adakah jalan alternatif tentang gagasan itu ? Apakah kepentingan keseluruhannya ?”.

Proses analisis sistematis dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.      Analisis Diskiptif, digunakan untuk memaparkan atau mendiskripsikan pokok bahasan ditinjau dari sisi psikologisnya, yaitu dari segi-segi kekhususan dari aktivitas-aktivitas psikis manusia diantaranya perasaan, motivasi, perilaku atau kecenderungan-kecenderungan psikis lain yang dapat terjadi dalam diri anak. Yang dimaksud dengan metode diskriptif adalah “berusaha       mendiskripsi dan menginterpretasi hubungan yang ada. Ia bisa mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau kecenderungan yang tengah berkembang”.[22]
2.      Analisis Sintetis, digunakan untuk mencari alternatif metode pendidikan sopan-santun anak dalam keluarga dengan jalan mengkaji secara psikologis terlebih dahulu kodisi anak kaitannya dengan kebutuhan, motivasi aktivitas atau perilakunya, perkembangannya, atau hal-hal yang mempengaruhi psikisnya dalam proses pendidikan sopan-santun anak dalam keluarga. Metode sintetis adalah “cara penanganan terhadap obyek ilmiah tertentu dengan jalan menggabung-gabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, yang pada akhirnya dapat diperoleh pengetahuan yang sifatnya baru sama sekali.”[23]
F.     Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memudahkan pemahaman dalam setiap bab dari skripsi ini, maka penulis memberikan gambaran pentahapan uraian yang jelas melalui sistematika skripsi, yaitu sebagai berikut :
Bab pertama : Pendahuluan. Dalam Bab ini berisi gambaran umum yang menjelaskan tentang latar belakang masalah, penegasan istilah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab kedua: Pendidikan sopan-santun anak dalam Islam. Dalam bab ini akan dijelaskan tentang konsep dasar sopan-santun, sopan-santun dan akhlak dan  pendidikan sopan-santun anak
Bab ketiga : Keluarga sebagai lembaga pendidikan. Dalam bab ini yang akan dibahas adalah tentang pengertian keluarga, Fungsi keluarga dalam pendidikan, interaksi edukatif dalam keluarga
Bab keempat : Analisis psikologis metode pendidikan sopan-santun anak dalam keluarga. Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai problematika pendidikan sopan-santun anak dalam keluarga dan alternatif metode pendidikan sopan-santun anak dalam keluarga.
Bab kelima : Penutup yang memuat : kesimpulan, saran-saran dan penutup.




[1] Hamzah Ya’qub, Etika Islam (Bandung : Diponegoro, 1988), hlm.11.
[2] Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal (Beirut : Dar al-Fikr, t.th), hlm.193.
[3] Sarlito Wirawan, Menuju Keluarga Bahagia I  (Jakarta : Bhratara, 1982), hlm.18.
[4] Ibid, hlm.19.
[5] Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qutwiny,  Sunan Ibn Majah,  Juz II (Beirut : Dar al-Fikr, t.th), hlm.1211.
[6] Yusuf  Muhammad Al Hasan, Pendidikan Anak dalam Islam Terj. Yusuf Muhammad Harun (Jakarta : Dar al-Haq, 1998), hlm.10.
[7]RAH. Soenarjo, et.al, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang : Thoha Putra, 1989), hlm. 670.
[8] Maurice Balson, Becoming Better Parents (Menjadi Orang Tua yang Sukses), Terj. Sr. Alberta  (Jakarta : PT Gramedia Widiasanama Indonesia, 1999), hlm. 17.
[9] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Kehidupan, Terj. Istiwidayanti dan Soejarwo (Jakarta : Erlangga, 1999), hlm.109.
[10] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 1999), hlm.9.
[11]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam (Bandung : PT Al-Ma’arif, 1981), hlm.19.
[12] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), hlm.1452.
[13] Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia (Surabaya : Pustaka Progresif, 1997), hlm.12
[14]Dr. sarlito Wirawan, Loc Cit, hlm.18.
[15] Husain Mazhahiri, Pintar Mendidik Anak : Panduan Lengkap bagi Orang Tua, Guru dan Masyarakat Berdasarkan Ajaran Agama Islam (Jakarta : Lentera, 1999), hlm.267.
[16]  C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikolog, (Jakarta : Raja Wali Pers, 1989), hlm.83.
[17] H. Syamsu Yusuf LN., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), hlm.36.
[18] Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I ( Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1993), hlm.9.
[19] Briggid Ballard, Jhon Cleanchy, Study Abroad A Manual for Asian Student Logman Malaysia Sdn, Bhn. (Kuala Lumpur : Seri Petaling, 1984), hlm. 47.
[20] Ibid., hlm.48.
[21]Ibid., hlm. 49.
[22] Jhon W. Best, Metodologi Penelitian Pendidikan, terj. Drs Sanapiah Faisal dan Guntur Waseso (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hlm.119.
[23] Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm.61.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan