© Attention :
“ Demi Kenyamanan Pengunjung kami rekomendasikan menggunakan
Browser ChromeTerima Kasih . . . . .”

KERUKUNAN INTERN, EKSTERN DAN ALIRAN UMAT BERAGAMA SERTA BENTURAN DAN PELAKSANAANNYA

A.   Pendahuluan
Kata rukun dalam bahasa indonesia berarti situasi damai, tertib dan bersahabat. Dalam bahasa arab, rukun mengandung arti tiang dan dalam bahasa inggris mengandung arti pilar,[1] karena kerukunan merupakan pilar berdirinya sosial masyarakat yang utuh dan kokoh.
Walaupun terkadang terdapat konflik dalam masyarakat, namun tidak menimbulkan kekerasan yang mengakibatkan rusaknya nilai-nilai kerukunan bangsa. Konflik masyarakat akan menjadi akut jika telah menyentuh sendi-sendi keagamaan, karena berkaitan dengan keyakinan seseorang yang melandasi perbuatan-perbuatan mereka.
Sebab itulah berbagai usaha kedamaian keagamaan harus senada dengan kerukunan maupun sikap toleransi pemeluk-pemeluknya. Karena itu pemakalah menemukan beberapa permasalahan yang mendasar dalam kajian kerukunan antar agama.


B.   Permasalahan
1.    Bagaimana kerukunan umat beragama dalam sebuah komunitas yang heterogen?
2.    Apa saja aliran umat beragama?
3.    Bagaimana upaya untuk mewujudkan kerukunan antar umat agama?
C.   Pembahasan
1.    Kerukunan Umat Beragama Dalam Komunitas Heterogen
Dalam sebuah komunitas yang heterogen kerukunan umat beragama dapat dipandang dalam sisi intern dan ektern umat beragamaPada dasarnya tiap masing-masing agama memiliki dasar ajaran hidup rukun sehingga membentuk kerukunan hidup beragama. Kerukunan intern dan ekstern.
Kerukunan intern yaitu kerukunan antara pengikut kelompok-kelompok satu agama saling menghargai perbedaan di antara mereka.[2] Dan masing-masing agama mengartikan  kerukunan beragama berbeda-beda :
a.    Menurut agama Protestan bahwa aspek kerukunan hidup beragama dapat diwujudkan melalui hukum kasih yang merupakan norma dan pedoman hidup yang terdapat dalam al-Kitab. Hukum kasih ialah mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Menurut agama kristen protestan, Kasih merupakan hukum utama, terutama dalam kehidupan orang kristen
b.    Menurut agama Roma katolik, kerukunan hidup beragama di dalam deklarasi konsili kristen yang paling penting yaitu berpegang teguh pada hukum yang paling utama “ Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan dengan segenap hal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri.
c.    Menurut agama Hindu, makna kerukunan umat beragama dapat dilihat dari tujuan agama hindu itu sendiri yakni Moksartham Jagathita Ya Ca iti Dharma. Dharma artinya mencapai kesejahteraan manusia baik jasmani maupun rohani. Dari pengertian tersebut maka untuk mencapai kerukunan umat beragama, manusia harus mempunyai dasar hidup yang disebut Catur Purusa Artha (Dharna, Artha, Kama, Moksha). Dharma berarti susila dan berbudi luhur. Artha berarti kekayaan yang dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan hidup. Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Moksha berarti kebahagiaan abadi.
d.    Menurut agama Budha  bahwa mengenai kerukunan hidup beragama dapat dicapai dengan titik tolak empat kebenaran :
1.    Hidup adalah suatu penderitaan (Dukha-Satya)
2.    Penderitaan disebabkan karena keinginan rendah (Samudaya-Satya)
3.    Apabila tanha (keinginan rendah) dapat dihilangkan maka penderitaan akan berakhir
4.    Jalan untuk menghilangkan keinginan rendah ialah melakanakan delapan jalan utama yaitu pengertian yang benar, pikiran yang benar, ucapan yang benar, perbuatan yang benar, kesadaran yang benar, mata pencaharian yang benar, daya upaya yang benar, pemusatan pikiran (konsentrasi) yang benar (Marga-Satya)
5.    Menurut agama Islam bahwa kerukunan hidup beragama berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah. Misal rasa hormat-menghormati yang telah diteragkan dalam QS. Al-Maidah ayat 2 yang artinya “ Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.[3]
Kerukunan ekstern umat beragama juga disebut kerukunan antar umat beragama. Kerukunan antar umat beragama sama halnya dengan toleransi antar umat beragama. Kerukunan antar umat beragama adalah kerukunan yang diharapkan terjadi di antara berbagai pemeluk agama formal.[4]
Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama menerangkan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional maksudnya sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendir berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ada satu contoh sikap yang menunjukkan kerukunan antar umat beragama yaitu penerimaan Nabi Muhammad SAW terhadap delegasi Kristen dan Najran. Suatu ketika Nabi kedatangan serombongan delegasi yang berjumlah sekitar 60 orang. Mereka penganut agama Katolik yang dipimpin oleh Abdul Masih al-Ahyam dan Abu Haritsa bin al-Qama sebagai seorang Uskup tokoh agama Kristen. Mereka tinggal beberaa hari di Madinah dan ditampung di Masjid Nabawi dan rumah-rumah sahabat Nabi. Selama beberapa hari itu terjadilah dialog antar agama antara Nabi dan mereka. Suatu ketika pimpinan delegasi tersebut mohon pamit kepada Nabi untuk meninggalkan Masjid Nabawi beberapa saat. Ketika Nabi menanyakan apa keperluan mereka sehingga mereka harus pergi meninggalkan masjid, mereka menjawab bahwa mereka ingin melakukan kebaktian di Masjid Nabawi. Nabi mencegah mereka pergi keluar dan mempersilahkan mereka melakukan kebaktian di Masjid Nabawi.[5]
2.    Aliran-Aliran Umat Beragama
Kemunculan aliran-aliran dalam agama tidak lepas dari sebuah pemahaman yang menjadi dasar pemikiran, pemahaman atas suatu agama secara tidak langsung menjadi doktrin atas keyakinan yang dianut.  Paham-paham keagamaan dapat digolongkan  menjadi :
1.  Fundamentalime[6]
Paham ini berasal dari kata fundamental berarti hal-hal yang mendasar atau asas-asas. Sebagai gerakan keagamaan fundamentalis dipahami sebagai penganut keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang memiliki doktrin untuk kembali pada ajaran agama yang asli. Paham ini kemudian melahirkan paham yang bernama radikalisme yang lebih bersifat ekstrim seperti melakukan tindakan bom bunuh diri.
2.  Moderat
Paham ini memiliki sikap toleransi pada agama lain, enggan bersikap ekstrim. Karena paham ini berpandangan bahwa agama bertujuan untuk rahmatan lil ‘alamin.
3.  Sekularisme
Paham ini semula dari sikap politik barat yang memisahkan agama dari urusan negara, sehingga masyarakat dibiarkan melakukan kegiatan keagamaan sebebas-bebasnya asal tidak melanggar hak asasi orang lain. Sehingga perbuatan yang melanggar agama juga tidak dilarang oleh negara. Namun pada akhirnya paham ini merambah terhadap sikap keagamaan suatu kelompok atau masyarakat.
Dari ketiga paham ini muncul lah berbagai aliran yang ekstrim maupun yang lunak terhadap agama lain, seperti aliran LDII, Jaringan Islam Liberal (JIL), Militansi Kristen, Katolik, Protestan, ortodoks[7] dan lain-lain.
3.    Upaya Pelaksanaan Kerukunan Antar Umat Beragama
Kekerasan atas nama aliran atau agama masih banyak terjadi yang berujung pembantaian terhadap golongan tertentu. Konflik seperti ini secara umum dikarenakan kurang memahami ajaran agama yang dianut masing-masing, sehingga menyalahkan agama yang lain dan bersikap ekstrim.
Dalam berbagai kajian tentang konflik sosial keagamaan menyebutkan, bahwa semula konflik sosial keagamaan dilatar belakangi oleh persoalan ekonomi dan kepentingan politik[8]. Namun secara lebih rinci terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kekerasan antar agama, antara lain :
a.    Sikap fanatik yang berlebihan, sehingga menganggap salah selain agama yang dianutnya.
b.    Ada paradigma suatu agama tertentu merupakan sarang teroris.
c.    Saling curiga antara pemeluk satu agama dengan agama lain.
Dengan faktor-faktor di atas, seorang dapat memanipulasi kekerasan antar agama demi kepentingan politik atau pribadi, sehingga menghancurkan sistem sosial dalam masyarakat.
Usaha kerukunan antar agama yang telah dibangun oleh pemerintahan sering menuai benturan dengan kepentingan segelintir orang atau kelompok. Sehubungan dengan itu pemerintah membuat kebijakan dalam bidang keagamaan yaitu :
-        Peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman beragama serta kehidupan beragama.
-        Peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama.
Atas dasar dua arah kebijakan tersebut, disusun enam program di bidang agama, yaitu:
1.    Peningkatan pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan pengembangan nilai-nilai keagamaan.
2.    Peningkatan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
3.    Peningkatan pelayanan kehidupan beragama.
4.    Pengembangan lembaga-lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan keagamaan.
5.    Penelitian dan pengembangan agama, dan
6.    Peningkatan kerukunan umat beragama[9].

D.   Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan :
1.    Kerukunan intern yaitu kerukunan yang terjadi antara pemeluk satu agama, sedangkan kerukunan ekstern yaitu kerukunan yang terjadi antara pemeluk agama dengan agama lain.
2.    Aliran-aliran keagamaan didasari oleh paham fundamental, moderat, dan sekular.
3.    Upaya kerukunan antar umat beragama dari sisi ekstern diupayakan oleh pemerintah dengan dua arah kebijakan.

E.   Daftar pustaka

Victor. Tanja, Pluralisme agama dan problematika sosial. pustaka cidesindo : Jakarta. 1998
Zakiah Daradjat, dkk. Perbandingan Agama jilid II. Bumi Aksara : Jakarta
Dandang Kahmad. Metode penelitian agama. Pustaka setia : Bandung. 2000
Interfidei. Dialog ritik dan identitas Agama. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. 2004
http://www.referensimakalah.com/2012/01/bentuk-fundamentalisme-radikalisme_3207.html diakses pada 6 maret 2013
http://www.muhsinlabib.com/news/statistik-pemeluk-agama-di-dunia.html, diakses pada 6 maret 2013
Depag, Konflik dan kebijakan kerukunan, Jakarta, 2008


[1] Victor. Tanja, Pluralisme agama dan problematika sosial. pustaka cidesindo : Jakarta. 1998. Hlm. 35
[2] Dandang Kahmad. Metode penelitian agama. Pustaka setia : Bandung. 2000. Hlm. 76
[3] Zakiah Daradjat, dkk. Perbandingan Agama jilid II. Bumi Aksara : Jakarta. Hlm. 139-144
[4] Dandang Kahmad. Metode penelitian agama. Pustaka setia : Bandung. 2000. Hlm. 76
[5] Interfidei. Dialog ritik dan identitas Agama. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. 2004. Hlm 65
[6] http://www.referensimakalah.com/2012/01/bentuk-fundamentalisme-radikalisme_3207.html diakses pada 6 maret 2013
[7] http://www.muhsinlabib.com/news/statistik-pemeluk-agama-di-dunia.html, diakses pada 6 maret 2013
[8] Depag, Konflik dan kebijakan kerukunan, Jakarta, 2008, hal. 422
[9] Depag, Konflik dan kebijakan kerukunan, Jakarta, 2008, hal. 423

Tiada ulasan:

Catat Ulasan