© Attention :
“ Demi Kenyamanan Pengunjung kami rekomendasikan menggunakan
Browser ChromeTerima Kasih . . . . .”

Perawatan Komputer

Salam sejahtera,

Sobat yang berbahagia, kali ini saya ingin memberikan beberapa tips perawatan PC dengan software bawaan Windows; diantaranya yaitu dengan defrag, scan system, dan scan disk

defrag yaitu mngatur ulang atau merelokasikan ulang file-file yang ada dalam beberapa sector harddisk komputer; yang bermanfaat agar lebih cepat mengakses ke beberapa file dalam hardisk karena komputer yang digunakan terus menerus akan berakibat file-file yang telah diakses oleh windows berserakan dan tidak tertata rapi sesuai dengan kondisi semula file itu berada. untuk itu diperlukan mendefrag kembali harddisk agar file-file yang berserakan tertata dengan rapi dan mudah diakses oleh windows


*Baca Juga Scan system / SFC
*Baca juga Scan disk / CHKDSK


Silahkan aplikasinya dapat anda download di bawah ini:

<<<<<<Link Download>>>>>

Caranya :
  • ekstrak file yang telah didownload tadi ke dalam sebuat folder
  • kemudian jalankan defrag.exe dengan cara klik kanan Run As Administrator
  • tunggu hingga proses selesai . . . .
  • terakhir restart komputer 
  • dan rasakan perbedaan sebelum didefrag dan setelah didefrag....
Selamat mencoba......!

Jika link ada yang mati silahkan memberikan komennya
Terima kasih.

Regard

SKRIPSI

PEMBERDAYAAN EKONOMI RENDAH
DAN PRESTASI BELAJAR

A. Keluarga Tingkat Ekonomi Rendah

1.      Pengertian Keluarga Tingkat Ekonomi Rendah
Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang hidup dalam masyarakat. Dari kumpulan keluarga inilah akan terbentuknya masyarakat. Pada umumnya keluarga terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang demikian disebut keluarga inti. Namun tidak jarang juga didalamnya terdiri dari nenek, bibi, dan beberapa kemenakan. Fungsi keluarga tidak hanya sebatas sebagai penerus keturunan. Namun masih banyak hal mengenai kepribadian yang dapat dituntut dari keluarga.
Menurut Drs. AW. Nasri, pengertian keluarga yang membentuk masyarakat adalah suatu ikatan persekutuan hidup yang dijalin atas dasar adanya, suatu perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita dimana mereka hidup bersama-sama dengan anak-anaknya dalam sebuah rumah tangga.[1]
Dengan adanya hubunga itu maka antar anggota keluarga terjalin hubungan erat. Dalam buku Fragmenta Psikologi Sosial juga disbutkan tentang fungsi keluarga, yaitu:
a.    Fungsi Keluarga tidak hanya merupakan kesatuan keturunan (biologis), tetapi juga merupakan bagian dari hidup bermasyarakat,
b.    Keluarga itu mempunyai kewajiban untuk meletakkan dasar pendidikan, rasa keamanan, dan rasa kesukaan kepada keindahan, kecakapan berekonomi dan pengetahuan diri kepada si anak.[2]   
Dalam hal ini, peranan ekonomi dalam kelurga sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadian anak atau individu siswa itu sendiri. Dengan adanya tingkatan ekonomi, maka sangat berpengaruh pad gaya hisup, tingkah laku, sikap mental seseorang di masyarakat. Perbedaaan itu akan nampak pada pendidikan, cara hidup keluarga, jenis pekerjaan, tempat tinggal, dan jenis barang yang dimiliki setiap keluarga baik orang tuanya maupun anaknya.
Dalam kehidupan masyarakat, proses terjadinya pelapisan status sosial ekonomi dapat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Penggolongan status sosial ekonomi keluarga berbeda antara satu dengan yang lain dalam masyarakat, menurut pendapat seorang ahli bahwa: “Golongan sosial ekonomi dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu, tinggi, menengah, rendah. [3]
Sementara menurut Soleman B. Toneka. SH, tingkatan ekonomi rendah disebut juga lapisan ekonomi miskin, yaitu yang terdiri dari para buruh tani, buruh bangunan, buruh pabrik, dan buruh-buruh lainyang tidak tetap.[4]
Menurut pendapat Karamoy. A, cirri-ciri atau karakteristik dari masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah memiliki pendapatan sebesar Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 30.000,- dengan melalui perhitungan yang menggunakan nilai interval dapat menghasilkan angka rata-rata Rp. 20.000,-.[5]
Keadaan ekonomi keluarga yang tidak dapat memnuhi kebutuhan pokok (sandang, papan, pengan) dapat membuat perkawinan yang sudah didasari rasa cinta dan hubungan yang serasi sulit merasakan kebahagiaan, karena selalu diliputi oleh rasa gelisah yang tidak menentu, bingung tertekan, dan berbagai perasaan negatif lainnya. Selain itu, keadaan ekonomi keluarga yang demikian juga tidak jarang menimbulkan perselisihan antar suami istri dan orang tua, anak sehingga dapat mengakibatkan retaknya hubungan dalam keluarga.
Dengan adanya keterangan-keterangan yang ada diatas, adapun anak yang perlu mendapatkan perhatian adalah anak yang berasal dari keluarga yang tingkat ekonominya rendah dengan pendapatan orang tua yang selalu minim atau serba kurang, dimana segala kebutuhan serba terbatas dan kekurangan bahkan anak dituntut untuk membantu orang tuanya bekerja demi biaya sekolahnya dan kebutuhan hidupnya.       
2.      Sumber-sumber Pendapatan Keluarga
Keluarga adalah kelembagaan masyarakat yang memegang peranan kunci dalam proses sosialisasi. Jadi, peranan ayah, ibu, dan seluruh anggota keluarga lainnya adalah hal yang penting bagi proses ppembentukan pengembanga pribadi.
Persoalan pokok yang dihadapi oleh semua rumah tangga keluarga adalah bagaimana memperoleh barang dan jasa agar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk itu ada anggota keluarga yang bekerja sebagai petani, tenaga bayaran, pegawai negri, pedagang, buruh dan lain-sebagainya, sehingga pelaku ekonomi rumah tangga berfungsi sebagai pemakai barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Yang menjadi pelaku ekonomi adalah perorangan yang tergabung dalam rumah tangga.[6]
Dalam ajaran Islam pada suami terpikul di pundaknya tanggung jawab mencari nafkah keluarga. Suami harus bekerja untuk mendapatkan penghasilan sebagai tanggung jawab memberi nafkah bekerja, sebab seorang perempuan apabila sudah kawin maka nafkahnya (belanjanya) jadi wajib atas tanggungan suaminya sebagaimana firman Allah SWT:

الرجال قوامون علىالنساء بمافضل الله بعضهم علىبعض وبماانفقوا

 من اموا لهم  (النساء: 34)
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena itu Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
(QS. An-Nisa’: 34)[7]    
Dengan adanya perbedaan tingkatan ekonomi, standar kehidupan setiap keluarga tidak sama, sebab standar kehidupan setiap keluarga adalah suatu tingkatan hidup yang telah dipilih oleh keluarga dan pada tingkatan inilah keluarga berusaha menempatkan dirinya dan standar kehidupan menentukan batasan-batasan yang dialami seseorang dalam usahanya mencapai tujuan hidup. Kenyataannya dalam realita kehidupan bahwa bahwa besar kecilnya penghasilan mempunyai hubungan erat dengan standar kehidupan dan tingkatan ekonomi. Dari besar kecilnya penghasilan dapat menentukan terhadap tercapainya kebutuhan dan keinginan anggota keluarga.
Pendapatan didistribusikan menurut “fungsi” yaitu tenaga kerja menerima “upah”.[8] Jadi upah disini bisa diartikan sebagai sumber pendapatan dari pekerja buruh. Tingkat upah dapat mempengaruhi curahan jam kerja seseorang. Kenaikan tingkat upah berarti pertambahan pendapatan. Dengan naiknya pendapatan, seseorang cenderung untuk meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu luang lebih banyak.        
3.       


B. Pendidikan Agama Islam

1.   Pengertian Pendidikan Agama Islam
Menurut Fazlur Rahman, Islam bukan saja sebagai agama wacana tetapi yang terpenting adalah sebagai agama tranformatif.[9] Senada dengan pendapat diatas Syafi’i Ma’arif menyatakan bahwa pendidikan pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsinya. Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan tertentu dalam masyarakat dimasa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan sesuai peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban.[10]
Sedangkan pengertian Pendidikan Agama Islam menurut Ahmad D. Marimba, adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum  agama agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran agama Islam.[11] Senada dengan pengertian diatas dikemukakan oleh Zuhairi bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dala membantu agar mereka hidup sesuai dengan ajaran agama Islam.[12]    
Di samping pengertian yang telah dipaparkan di atas, pendidikan agama Islam sebagai suatau bidang studi yang tidak dapat dipisahkan dari bidang studi lainnya. Karena semua bidang studi tersebut secara keseluruhan berfungsi menyempurnakan atau menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional.[13]
Dari penjelasan pengertian pendidikan agama Islam tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam adalah merupakan suatu usaha secara sadar dan ikhtiar menuju terbentuknya kepribadian anak yang utama yaitu muslim yang benar-benar bertaqwa yaitu muslim yang mempunyai peran dan tanggung jawab yang tinggi terhadap masa depan bangsa dan negara.
Karena itu pelaksanaan pendidikan agama Islam harus dimulai sejak dini baik dilakukan oleh lembaga formal maupu informal. Di lembaga formal (sekolah), terutama MTs, harus dapat mempersiapkan peserta didik mempunyai budi pekerti yang luhur dan memiliki keimanan sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.[14]
2.   Dasar Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam di Indonesia dapat diselenggarakan secara sistematis berdasarkan atas norma-norma tertentu. Menurut Achmadi didasarkan pada empat aspek yaitu aspek normatif, aspek psikologis, aspek historis dan aspek yuridis.[15]
a.   Aspek Normatif
Sebagai umat Islam kita harus percaya kepada al-Qur’an dan sunnah Rasul. Norma dan pelaksanaan agama Islam, terdapat dalam kedua hal itu. Seperti firman Allah, dalam al-Qur’an surat al-Tahrim ayat : 6
ياأيهاالذين امنواقوانقسكم واهليكم نار ( التحريم : 6 )
Artinya :
“Hai orang-orang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka” ( at-Tahrim : 6 ).[16]
Berdasarkan ayat di atas, diketehui bahwa seseorang wajib memelihara diri dan keluarganya dari api neraka. Maka mereka harus mengamalkan ajaran agama secara utuh dan mendalam. Selain ayat di atas yang menyerukan agar menjaga dari siksa api neraka, ada juga ayat yang menyerukan supaya mempelajari agama. Hal ini terdapat dalam Q.S At Taubah, ayat 122 :  
وماكان المؤمنون لينفروا كافة فلولانفرمن كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا فىالدين ولينذروا قومهم اذا رجعوا اليهم لعلهم يحذرون ( التوبه : 122 )
Artinya :
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (kemedan perang) mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pegetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepada-Nya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya ( at-Taubah : 122 ).[17]
Berdasarkan ayat di atas, secara tegas dikatakan bahwa memperdalam pengetahuan wajib dilakukan oleh orang muslim dan muslimat, dengan harapan dapat memberikan peringatan agar mampu menjaga dirinya dari perbuatan dosa.
Selain itu orang Islam wajib pula menyeru untuk berbuat baik (amar ma’ruf) dan mencegah kemungkaran. Untuk dapat melaksanakan tugas seperti itu diperlukan pengetahuan agama yang mendalam yang hanya dapat diperoleh dengan cara belajar. Kewajiban mengajarkan agama kepada orang lain adalah wajib. Hal ini ditegaskan sesuai dengan Allah :
ولتكن منكم امة يدعون الى الخيرويأمرون باالمعروف وينهون عن المنكر وأولئك هم المفلحون (ال عمران : 104 )
Artinya :
“Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada orang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (al-Imran : 104).[18]
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa, kewajiban mempelajari agama Islam merupakan kewajiban anak dan wajib bagi orang-orang muslimin dan muslimat belajar agama Islam, dan masyarakat wajib menyeru kebajikan mencegah kemungkaran.
b.   Aspek Psikologis
Pelajaran Agama Islam di sekolah mempunyai dasar dalam aspek psikologis tertentu. Dalam hal ini pendidikan Islam erat kaitannya dengan psikologi agama. Bahkan psikologi agama digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan Islam.[19]  Karena agama itulah, manusia berupaya mencari Tuhannya, kesadaran beragama itu merupakan dorongan yang alamiah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Qur’an surat Ar-rum ayat 30 :
فاقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التي فطرالناس عليهالاتبديل لخلق الله ذلك الدين القيم ولكن اكثرالناس لايعلمون            (الروم : 30)
Artinya :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu tidak ada perubahan pada fitrah itu. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.                            ( Q.S :  ar-Rum : 30 ).[20]
c.   Aspek Historis
Berdasarkan kajian aspek sejarah, diketahui bahwa seruan untuk belajar agama Islam sudah terjadi sejak zaman nabi Muhammad SAW. Berdakwah kepada para kerabat, sahabat dan umatnya. Bermula pada kegiatan rasullah inilah Islam berkembang dengan pesat sampai sekarang.
Seruan dakwah nabi tersebut dengan tegas dinyatakan dalam al Qur’an. Surat  al Ahzab ayat 45-46 sebagai berikut :
يا أيها النبي انا ارسلنك شاهدا ومبشرا ونذ يرا وداعياالى الله باذ نه وسراجا منيرا (الاحزاب: 45-46)
Artinya :
“Hai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izinnya dan untuk jadi cahaya yang menerang” (Q.S : al Ahzab ayat 45-46).[21] 
d.   Aspek Yuridis
Adapun secara hukum dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama berasal dari peraturan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-sekolah, di lembaga-lembaga, atau yayasan-yayasan pendidikan formal di Indonesia.
Dasar-dasar yuridis ada 3 macam yaitu :
1.      Pancasila merupakan dasar falsafah negara Republik Indonesia, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.      Undang-Undang No. 4 tahun 1950, bab III, pasal 4 dasar-dasar pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas azas yang termaktub dalam pancasila dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia serta kebudayaan kebangsaan Indonesia.[22]
3.      Undang-Undang dasar 1945 Bab XI pasal 29 ayat 1dan 2
Ayat I  “Negara  berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya”.[23]
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Dalam masalah tujuan pendidikan agama memaparkan tentang tahapan tujuan pendidikan agama sebagai berikut :
1.   Tujuan Akhir
Tujuan ini meliputi :
a.       Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
b.      Persiapan untuk menjadi warga neraga yang baik.
c.       Perkembangan yang menyeluruh dan terpadu bagi pribadi pelajar.[24]
2.   Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan agama sama hanya dengan pendidikan nasional hanya saja mengenai tujuan umum pendidikan agama itu lebih disesuaikan dengan pandangan suatu falsafah negara semata. Sekalipun ajaran agama itu sendiri terdapat kesamaan dengan falsafah negara semata, sekalipun ajaran agama itu sendiri terdapat kesamaan dengan falsafah suatu bangsa atau negara. Oleh karena itu tujuan umum pendidikan agama dengan pendidikan nasional terdapat kesamaan menurut latar belakangnya, maka berikut penulis kemukakan mengenai tujuan pendidikan nasional, tujuan tersebut telah dipertegas dalam Undang-undang No.4 tahun 1950. tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah pada bab II pasal 3 seperti dibawah ini :
“Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang keseteraan masyarakat dan tanah air”[25]
3.   Tujuan Khusus
Tujuan ini identik dengan perubahan-perubahan yang diinginkan pada bagian umum, dengan arti lain. Adalah sejumlah pengetahuan, ketrampilan, pola tingkah laku, sikap-sikap, nilai-nilai dan kebiasaan, kebiasaan yang dikehendaki adalah terkandung di dalam tujuan akhir atau umum pendidikan agama, misalnya : persiapan bagi kehidupan dunia dan akhirat, ini dapat dijabarkan menjadi tujuan khusus yaitu :
a.       Murid diperkenalkan tentang aqidah, dasar-dasar dan pokok ibadah, cara-cara mengerjakan dengan membiasakan mereka mematuhi tuntutan aqidah dan syari’at Islam.
b.      Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik tentang apa yang terkandung dalam agama Islam, seperti prinsip-prinsip akhlak yang mulia, membersihkan hati mereka dari sifat dengki, menyeleweng, kebencian, egoisme, tipu-daya, khianat, ragu, dan perpecahan (permusuhan), hasut dan menghindarkan adanya bid’ah, khurafat yang tidak ada kaitannya dengan ajaran Islam.
c.       Mengembangkan minat murid guna memperdalam tantang adat kesopanan dan pengetahuan agama serta dengan rasa cinta mengikuti ajaran agama.
d.      Menambah rasa cinta terhadap al-Qur’an dengan membaca yang baik, memahami, dan mengamalkan ajarannya dengan penuh hormat.
e.       Menumbuhkan rasa bengga terhadap sejarah dan kehidupan Islam, serta para pahlawan.
Dengan beberapa perantara tujuan khusus pendidikan agama sebagai penjabaran dari tujuan akhir dan tujuan umum yang telah disebutkan pada uraian di atas, dan tujuan khusus pendidikan agama sebagai penyempurnaannya.
D.  Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Pendidikan Agama Islam
Prestasi belajar adalah merupakan hasil yang telah dicapai siswa setelah siswa itu mengadakan kegiatan belajar, ada peningkatan yang lebih baik dari hasil yang telah dicapai melalui tes maupun ujian. Setiap orang tua pasti mengharapkan anaknya untuk meningkatkan belajarnya agar mampu berprestasi. Begitu pula siswa merasa puas kalau mendapat prestasi belajar dengan baik.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar adalah :
a.       Faktor yang berasal dari dalam diri sendiri (siswa) / faktor internal.
b.      Faktor yang berasal dari luar diri murid / faktor eksternal.[26]
Sedang masalah yang mengenai faktor internal meliputi :
1.      Kecerdasan
Kecerdasan merupakan salah satu aspek penting dan sangat menetukan berhasil tidaknya studi seseorang. Ini sebagaimana dikatakan Kartini Kartono “bahwa kalau seseorang mempunyai kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensial dapat mencapai prestasi yang tinggi".[27]
2.      Bakat
Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang di bawa sejak lahir.[28] Setiap orang itu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Bila seseorang itu mempunyai bakat dalam pelajaran sosial misalnya, maka kepemilikan bakat ini akan mempermudah dirinya untuk mempelajari secara mendalam, sehingga kemungkinan besar ia akan mencapai prestasi yang tinggi di bidang ilmu sosial.
3.      Minat dan Perhatian
Minat adalah kecenderungan yang agak menetap, dan subyek merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu yang merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Sedang perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu obyek.[29]
Minat dan perhatian dalam belajar mempunyai kaitan yang erat sebab seseorang yang menaruh minat pada pelajaran tertentu biasanya cenderung untuk memperhatikan mata pelajaran tersebut. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kartini Kartono “bahwa murid yang tidak menaruh perhatian pada pelajaran tertentu dapat dipastikan murid itu  mempunyai minat pada pelajaran tersebut".[30]
4.      Kesehatan Jasmani
Keadaan tubuh yang sehat merupakan kondisi yang memungkinkan seorang siswa untuk dapat belajar secara aktif. Sedangkan siswa yag sakit pastilah akan mengalami kesulitan belajarnya. Misalnya, ia cepat lelah, tidak bisa kosentrasi, merasa malas, dan sebagainya.
5.      Cara Belajar
Keberhasilan studi murid sangat dipengaruhi oleh cara belajar yang digunakan siswa apapun yang digunakan yaitu belajar secara efektif, dan efisien. Adapun cara belajar yang efektif, dan efisien adalah :
a.       Berkonsentrasi sebelum dan pada saat belajar
b.      Segera mempelajari kembali bahan-bahan yang telah diterima
c.       Membaca dengan teliti dan betul bahan-bahan yang sedang dipelajari serta berusaha mengusai  dengan sebaik-baiknya.
d.      Mencoba menyelesaikan soal-soal dan sebagainya.[31]
Sedangkan faktor-faktor dari luar diantaranya :
1.   Lingkungan
a.       Lingkungan alam
Keadaan alam sekitar dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, keadaan alam dengan udara yang sejuk dapat mempengaruhi kesegaran jiwa murid, sehingga memungkinkan prestasi belajarnya akan lebih kondusif dari pada lingkungan itu gaduh dengan udara yang panas, kotor dan tidak nyaman.
b.      Lingkungan keluarga
Keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap anaknya, keluarga khususnya orang tua harus bersifat merangsang, mendorong dan membimbing terhadap aktifitas anak, sebab biasanya anak kurang atau tidak memiliki semangat belajar, sehingga sulit diharapkan mempunyai prestasi maksimal.[32]
c.       Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga dapat mempengaruhi belajar anak, seperti keadaan ekonomi yang serba kurang, sebagaimana di jelaskan Abu Ahmadi dan Widodo Suriyono dalam bukunya Psikologi Belajar bahwa keadaan ekonomi yang kurang atau miskin akan menibulkan :
1.      Kurangnya alat-alat belajar.
2.      Kurangnya biaya yang disediakan orang tua.
3.      Tidak mempunyai tempat belajar yang baik.[33]
d.   Lingkungan  Masyarakat
Lingkunga masyarakat juga bisa mempengaruhi prestasi belajar siswa terutama anak-anak yang sebayanya. Apalagi anak-anak sebaya disekitarnya merupakan anak nakal, maka anak-pun mudah terpengaruh. Sebagai contoh, kita sering menjumpai anak-anak yang asalnya tidak nakal menjadi nakal, lantaran terpengaruh teman-teman bermainnya.
2.   Sekolah
Hubungan guru dengan murid yang kurang baik, hubungan murid dengan murid tidak menyenangkan, pelajaran yang diterapkan tidak sesuai dengan kemampuan murid atau kurikulum yang tidak tepat, semua itu dapat mempengaruhi hasil belajar atau belajar murid. Oleh sebab itu, kepada para guru dituntut untuk mengusai bahan pelajaran yang diajarkan dan memiliki tingkah laku yang tepat di dalam mengajar.
3.   Peralatan belajar
Lengkap tidaknya peralatan belajar baik yang dimiliki oleh siswa itu sendiri maupun yang dimiliki sekolah, dapat menimbulkan akibat tertentu terhadap prestasi belajar siswa, kekurangan peralatan belajar dapat menimbulkan akibat efek yang negatif. Misalnya siswa tidak bisa belajar dengan baik sehingga siswa akan mengalami kesulitan atau hambatan terhadap pencapaian prestasi belajar yang lebih baik. Sebagaimana dikatakan oleh Bimo Walgito bahwa alat yang tidak mencukupi dapat membawa tingkat kesulitan tertentu dalam proses belajar.[34]
Maka untuk mengantisipasi masalah peralatan belajar, orang tua sebaliknya berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya untuk menyediakan peralatan yang dibutuhkan anak untuk kegiatan belajar, mana yang lebih penting itulah yang dibutuhkan.
Jadi jika dipandang pentingnya faktor tersebut, maka kedua faktor itu baik intern maupun ekstern, memiliki arti yang begitu bermakna terhadap pengembangan siswa dalam proses belajarnya, sehingga mampu memperoleh prestasi sesuai bakat yang diinginkannya.
         
         


[1]AW. Nasri, Fragmenta Psikologi Sosial I, Yasbit, IKIP, Yogyakarta, hlm. 43.   
[2]Ibid, hlm. 44-45.
[3]R. Hadi Sadikin, Tata Laksana Rumah Tangga, Jakarta, FIP, IKIP, 1975, hlm. 20.
[4]Soleman. B Toneka, Struktur dan Proses Sosial, Rajawali Press, hlm. 99. 
[5]Eko Budiharjo, Sejumlah Masalah Permukiman Kota, Bandung, Penerbit Alumni, 1986, hlm. 51.  
[6]Sudirman Jamal, et al, Ekonomi Untuk SMU Kelas I, Yudistira, Jakarta, 2001, hlm. 24.
[7] Al-Qur’an dan Terjemahnya, CV. Wicaksana, Semarang, 1994, hlm. 123. 
[8]Lincolin Arsyad, Ekonomi Pembangunan, Ed. 4 Cet. I, Yogyakarta, Bagaian Penerbit STIE YKPN, 1999. hlm. 236. 
[9]Acmad Warid Khan, Membebaskan Pendidikan Islam, Wacana, Yogyakarta, 2002, hlm. 91.
[10]Ibid, hlm. 16.
[11]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al Ma’arif, Bandung, 1980, hlm. 23.
[12]Zuhairi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Usaha Nasional, Surabaya, 1983, hlm. 18.
[13]M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1981, hlm. 71
[14]Depdiknas, Kurikulum Dan Hasil Belajar, Pusat Kurikulum, Balai Bintang, Bandung,  2003,  hlm. 5.
[15]Achmadi, Eksistensi Dan Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah,  IAIN Walisongo, Semarang, 1998, hlm. 32.
[16]Depag RI,  Al Qur’an Dan Terjemahnya, AL WAAH, Semarang, 1989, hlm. 931.
[17]Al Qur’an, Surat at-Taubah Ayat ; 122, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al Qur’an,  Al Qur’an dan Terjemahanya,  Departeman Agama, 1991, hlm.122.
[18]Al Qur’an, Surat Ali Imran Ayat 104, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahanya, Departemen Agama, 1991, hlm.35.
[19]Jalaluddin, Psikologi Agama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 19.
[20]Al Qur’an, Surat ar-Rum Ayat 30, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahanya, Departeman Agama, 1991, hlm.645.
[21]Al Qur’an,  Surat al-Ahzab, Ayat 45-46, hlm. 675. 
[22]Hadari Nawawi, Perundang-Undangan Pendidikan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 109.
[23]Hasil Amandemen Ke-IV Tahun 2002, UUD ’45, Al Hikmah, Surabaya, 2002, hlm. 29.
[24]Hasan Langgulung, Op. Cit, hlm. 179.
[25]Hadari nawawi, Op. Cit, hlm. 100.
[26]Ibid, hlm. 38.
[27]Kartini Kartono, Op Cit, hlm. 1.
[28]Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 78.
[29]Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm. 14.
[30]Kartini Kartono, Op. Cit, hlm. 3.
[31] Ibid, hlm. 4.
[32] Ibid, hlm. 20.
[33]Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Op. Cit, hlm. 83.
[34]Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Andi offiset, Yogyakarta, 1995, hlm. 38.